Aku di lahirkan di tanah yang subur,
di tempat aku di lahirkan di sebuah desa yang begitu indah dan sejuk, aku
terlahir dari sepasang orang tua yang dulu tidak saling kenal, dengan acara
adat mereka saling kenal dan terlahirlah aku. Orang tuaku mengasuhku dengan
kasih sayang dan perhatian yang penuh kepadaku, mereka rela melakukan apapun
demi menyenangkan aku, kami hidup sederhana namun semua kecukupan,
sampai-sampai tetangga dari orang tua pada iri sama keluargaku. Orang bilang
aku berasal dari keluarga serba ada, memang orang tuaku mengabdi pada kerajaan
sudah lama, para petinggi kerajaan suka kinekerja orang tuaku yang amanat. Pernah
ada seorang temen orang tuaku bertamu ke rumah, orangnya kelihatan rapi dan
mentereng. Di irirngi dengan pengawal yang badannya besar-besar, pertama kali
temen orang tuaku berbicang-bincang biasa aja, karena rumahku tidak begitu
besar, jadi pembicaraan mereka begitu jelas, waktu itu ibuku sama saudaraku dan
aku berada di ruangan sebelahan dengan ruang tamu, temen orangtuaku lama
kelamaan berbicara serius, kali ini temen orangtuaku menawarkan pekerjaan besar
dengan imbalan besar pula, dan orang tuaku bertanya sama temennya” pekerjaan
apa yang akan kamu tawarkan ke aku?, temen orangtuaku memjawab: tentu pekerjaan
ini sedikit berbahaya,karena kalau kamu ketahuan oleh pihak kerajaan kamu akan
di tangkap, lalu orang tuaku merenung sejenak dan sedikit bertanya-tanya, “ apa
pekerjaan nya ? Tanya orang tuaku lagi. Temen orang tuaku dengan tersenyum sinis,
tenang sobatku, kau pasti akan senang bila mendapatkan upah nanti, jawab temen
orang tuaku. Ok sekarang jangan berbelit-belit dan bikin aku tambah penasaran,
ayahku berkata, aku dan keluargaku sedikit takut, suasananya membuat ruang yang
kita huni panas. Akhiranya temen ayahku berbicara: begini sobatku, satu minggu
lagi ada pembangunan besar-besaran dari kerajaan, raja kita mau membuat
sekolah- sekolah dan tempat beribadah dan masih banyak rencana- rencana yang
akan raja buat, maksud aku, raja sekarang lagi mencari orang yang bisa
mengelolah dana pembangunan tersebut, kata temen ayahku. Terus apa hubungannya
dengaku? Ayahku bertanya. kita akan maju berdua ke raja, kita akan berbincang-
bincang dengan raja, karena aku tau kamu bisa di percaya, jawab temen ayahku. Terus
ayahku berkata: berarti kamu tidak bisa di percaya, cetus ayahku pada temenya. Ayahku
sudah lama kenal sama temen nya ini, dia kurang bisa di percaya dan suka
bohong. Makanya ayahku meminta temennya untuk memberi waktu berpikir. Aku ingat
ayahku pernah berbicara sama aku, orang-orang yang mengabdi sama raja tidak
semua dapat di percaya, kamu jangan seperti mereka yang tidak bisa di percaya,
kita hanya mengabdi sama raja untuk kerajaan, supaya kerajaan kita bisa makmur
dan kuat, kerajaan kita sangat besar dengan penduduk yang padat, kekayaan
alamnya tidak bisa habis sampai tujuh turunan, belum lagi tanah kerajaan kita
sangat subur, akan tetapi kerajaan kita kualahan dan hampir-hampir tidak bisa
membendung orang- orang yang bermain di belakang raja. Ayahku terus bercerita
soal kerjaan ini. Anaku, ayahku melanjutkan pembicaraannya, kelak kalau kau
sudah dewasa, jadilah diri kamu sendiri, pegang teguh amanat yang di embankan,
lindungi keluargamu dari pendusta- pendusta, dekatkan dirimu pada yang mempunyai
alam semesta, pergaulilah orang-orang di sekitarmu dengan baik, lanyanilah
mereka dengan hati, jangan pernah menerima sepeserpun dari mereka, sumbangkan
tenaga, pikiran, harta, bahkan nyawamu untuk kerajaan ini. Biar Sang pencipta
tahu apa yang kamu lakukan dalam hidupmu. Sambil meneteskan air mata ayahku
terus bercerita, anakku, ayahmu sudah menguras semuanya demi kerajaan kita,
ayah berjuang merebut kekuasaan dari kerajaan yang menjajah kerajaan kita,
temen-temen kita banyak jadi korban dari penjajah, mereka merampas kebebasan
kita, mereka memberi kerajaan kita kebodohan, banyak penghuni kerajaan yang
berhianat sama raja, karena mereka takut mati. Raja kita sudah empat kali
berganti, karena mereka di siksa oleh penjajah, kami tak pernah menyerah untuk
merebut kembali harga diri kami, kami tidak gentar dengan penjajah, kami hanya
takut dengan ketidak adilan. Waktu berjalan sampai kita tidak terasa malam
tiba. Akhirnya ayahku menyuruhku pergi tidur, kita lanjutkan cerita ayah lain
kali, ayahku berkata. Iya ayah, terimakasih atas ceritanya,aku menjawab. Lalu aku
berjalan ke tempat tidurku, sebelum aku tidur, aku mencoba mengingat- ngingat
pesan ayahku, dan dalam hatiku berkata” aku harus berantas orang-orang yang
berkepala dua”. Kerjaanku besar tapi berhati kerdil, para pembesar hanya suka
membesarkan perut mereka, tanpa menghiraukan sekiling mereka yang masih perlu
makan enak. Mereka membangun istana yang memakan tanah kerajaan, dengan dalih
macam-macam, mereka berani melawan hukum, mereka bilang” hukum di kerajaan ini
hanya untuk di langgar bukan untuk di taati”.
Rakyat jelata sering jadi korban
dari keserakahan mereka. Aku masih ingat ketika ayahku mengajaku ke kerajaan
atas undangan raja, di situ para pejabat berkumpul, dan mejanya di penuhi
makanan-makanan yang super nikmat, minuman-minuman yang macam-macam. Sampai aku
bingung harus makan dan minum yang mana. Dan setelah jamuan makan selesai kami
pindah tempat ke santai di luar, aku di tinggal sama ayahku, di situ aku lihat
sisa makanan yang belum di makan, para pembersih membuangnya, aku berlari
menghampiri salah satu pembersih dan bertanya” paman kenapa kau buang makanan
yang lezat ini? Pembersih berkata” iya aden, kita tidak boleh membawa pulang
atau memakanya. Kenapa tidak memberikan kepada penduduk yang membutuhkan? Tanyaku
lagi. Karena, sang patih tidak memperbolehkan nya” kata pembersih. Apakah ini
sering terjadi paman? Tanyaku. Iya aden, jawab pembersih. Paman pernah membawa
pulang makanan yang belum di makan oleh para pejabat, paman akan kasihkan
kepada tetangga paman yang kurang mampu. Akan tetapi para pengawal
mengetahuinya, akhirnya makanan tadi di mintak, pembersih bercerita. Ok paman
terimakasih, aku berkata, sama-sama aden. Setelah itu aku pergi menghampiri
ayahku, aku lihat di sekiling kerajaan, begitu banyak penjabat kerajaan
berkumpul, mereka mengenakan pakian yang begitu mewah, dan para tamu undangan
dari kerajaan sebelah juga demikian. Mungkin kalau aku menceritakan dalam
tulisanku, tidak cukup satu tahun menulis, karena begitu banyak problematika
kerajaanku, mulai soal bahan makanan, soal kesehatan, pendidikan, tempat
tinggal, kesenian, agama, dan lain-lain. Perlu aku tekankan di tulisanku, aku
perlu kenyataan bukan kata-kata yang menghibur. Terimakasih. Mohon maaf bila
ada tulisan ini menyinggung. Saya berdoa semoga kerajaan ku mendapatkan
pemimpin-peminpin yang amanat, membelah yang lewah, mengutamakan kepentingan
kerajaan.
No comments:
Post a Comment