Sepanjang jalan yang kulewati,
sepanjang jalan terkelupas, sepanjang mata memandang hanya bentangan
benjolan-benjolan yang tidak rata. Perjalanan yang kutempuh tidak membutuhkan
waktu 100 tahun lamanya, perjalananku hanya membutuhkan kesabaran dan
kejujuran. Mungkin banyak dari kalian mengira perjalananku membutuhkan bantuan
orang lain. Setiap yang ku lewati tidak perlu memacu kakiku berlari cepat,
tetapi pikiranku menyuruh kakiku untuk melompat atau memilih jalan yang aman. Ketika matahari menemaniku, aku tak kuatir melihat kedepan, karena aku bisa
melihat dengan jelas dan bisa menentukan arah tujuanku. Tetapi kalau matahari sudah
pulang dan temenku rembulan menggantikan nya, maka aku harus extra hati-hati
dengan kakiku. Karena bulan tak bisa memberi sinar yang terang seperti
matahari, pikiranku harus menyuruh mataku untuk lebih hati-hati, di
sekelilingku banyak jalan-jalan terkelupas, aku pernah pulang hanya di temani
hujan rintik-rintik, waktu itu bulan sedang malas muncul.
Aku berjalan
menelusuri jalan yang sering aku lewati, tak terasa aku terkejut ketika kakiku
menginjak jalan yang terkelupas, mungkin aku terlalu cepat berjalan atau
mungkin aku terlalu menikmati jalan malam dengan di temanin rintik-rintik
hujan, untung kakiku tidak keseleo, tapi tak jauh dengan tempat aku menginjak
jalan yang terkelupas kira-kira jarak 300meter, aku kejebak lagi dengan jalan
terkelupas, kali ini lumanyan besar lubang yang aku injak di banding yang pertama,
hampi-hampir aku terjatuh, tapi syukur aku tidak apa-apa. Tetapi ada seseorang
yang terjebak di lubang yang di mana aku terjebak tadi, kali ini orang itu
terjatuh ke bahu jalan, untungnya banyak tangan yang dermawan menolongnya. Sesampai
aku di tempat aku bersandar, aku istirahatkan sejenak pikiranku dan badanku,
mataku memandang kosong ke atap langit-langit teras, dalam hatiku berkata”
Tuhan masih melindungiku”. Aku terus berfikir dan berkata dalam hati” apakah
tidak ada yang perduli dengan jalan yang terkelupas? Apakah harus menunggu
Tuhan menegurmu wahai orang-orang yang
duduk di kursi nikmat? Tolong sejenak kalian keluar dan lihat apa yang terjadi
di kotamu, aku hanya bisa berharap besar kepada Tuhanku supaya membuka hati
mereka untuk memperbaiki jalan yang terkelupas sepanjang Kota. Karena banyak
kaki-kaki yang patah bahkan tubuh-tubuh yang memar karena jalan terkelupas. Kita
tidak ingin tubuh kita terhempas ke langit menatap wajah Tuhan karena jalan
terkelupas. Aku sudah percaya dan bahkan terlalu percaya kepada orang-orang
yang menikmati nikmat, kini saatnya untuk membuktikan kepada orang-orang yang
mencari nikmat. Terimakasih atas waktunya untuk membaca sedikit coretan, mohon
maaf apabila dari tulisan ini ada kata-kata yang menyudutkan salah satu dari
pembaca, memang tujuannya saling mengingatkan, supaya kita jangan terlalu
terlena.
No comments:
Post a Comment